Sumber:
Pada
masa penjajahan Belanda setidaknya ada 3 sistem pendidikan dan
pengajaran yang berkembang pada saat itu. Pertama sistem
pendidikan Islam yang dislenggarakan di pesantren. Kedua, sistem pengajaran
Belanda. Sistem pendidikan Belanda diatur dengan prosedur yang ketat dari mulai
aturan siswa, pegajar, sistem pengajaran dan kurikulum. Sistem prosedural
seperti ini sangat berbeda dengan sistem pendidikan islam yang dikenal
sebelumnya. Sistem pendidikan pun bersifat diskriminatif.
Pemerintah
kolonial sebenarnya tidak berniat mendirikan universits, tetapi akhinya mereka
mendirikan universitas untuk kebutuhan mereka sendiri. Agar tdak banyak bangsa
Indonesia yang bersekolah yang lebih inggi, maka biaya kuliah pun dibuat sangat
besar.
Kurikulum
pendidikan Belanda didesain untuk melestarikan penjajahan di Indonesia, maka
pada kurikulum pun dikenalkan kebudayaan Belanda, juga menekankan hanya pada
menulis dengan rapi, membaca dan berhitung, yang keterampilan ini sangat
bermanfaat untuk diperbantukan pada pemerintah belanda dengan gaji yang sangat
rendah. Anak-anak zaman itu tidak diperkenalkan dengan budayanya sendiri dan
potensi bangsanya.
Ketiga,
sekolah yang dikebangkan tokoh pendidikan seperti KH Ahmad Dahlan dan Ki Hajar
Dewanara. KH Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah yang menggunakan sistem
pendidikan barat dengan menambahkan pelajaran Islam. Ki Hajar Dewanara
mendirikan Taman Siswa dengan membuat sistem pendidikan yang berakar pada
budaya dan filosofi hidup Jawa, yang kemudian dianggap sebagai sistem
pengajaran dan pendidikan nasional.
2.
Kurikulum
Periode penjajahan Jepang
Pada
masa Jepang, pendidikan diarahkan untuk menyediakan prajurityang siap perang di
perang Asia Timur Raya. Penggolongan sekolah berdasarkan status sosial yang
dibangun Belanda dihapuskan. Pendikan hanya digolongkan pada pendidikan dasar
(Kokmin Gakko) 6 tahun, pendidikan menengah petama (Shoto Gakko), pendidikan
menengah tinggi (Koto Chu Gako) yang masing-masng tiga tahun serta pendidikan
tinggi.
Pada
masa peralihan dari Jepang ke Sekutu, ketika proklamasi dikumandangkan
dibentuklah Panitia Penyelidik Pengajaran RI yang dipimpin oleh Ki Hajar
Dewantara. Lembaga ini melahirkan rumusa pertama sistem pendidikan nasional,
yakni pendidikan bertujuan menekankan pada semangat dan jiwa patriotisme.
Kemudian disusun pula pembaruan kurikulum pendidikan dan pengajaran. Kurikulum
sekolah dasar lebih mengutamakan pendekatan filosofis-ideologis. Proses
penyusunan singkat dan tentu saja disertai data empiris penempatan isi
kurikulum dimasa permulaan kemerdekaan itu berdasarkan asumsi belaka.
3. Kurikulum Pasca Kemerdekaan
Kurikulum
saat itu diberi nama leer plan. Dalam bahasa Belanda, artinya rencana
pelajaran (Rentjana Pelajaran), lebih popular ketimbang curriculum (bahasa
Inggris). 1947. Pada saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih
dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya
meneruskan yang pernah digunakan sebelumnya. Rentjana Pelajaran 1947 boleh
dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena suasana
kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan
maka pendidikan sebagai development conformism, bertujuan untuk membentukan
karakter manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa
lain di muka bumi ini. Perubahan kisi-kisi pendidikan lebih bersifat
politis: dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Asas
pendidikan ditetapkan Pancasila.
Rencana
Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950. Sejumlah kalangan
menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya
memuat dua hal pokok: daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, plus
garis-garis besar pengajaran. Rencana Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan
pikiran. Yang diutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara dan
bermasyarakat, materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari,
perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.
4. Rencana Pelajaran Terurai 1952
Setelah
Rencana Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami
penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952.
Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling
menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana
pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan
sehari-hari.
Kurikulum
ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai
1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata
pelajaran,” kata Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode
1991-1995.
Pada
masa itu juga dibentuk kelas Masyarakat. Yaitu sekolah khusus bagi lulusan
Sekolah Rendah 6 tahun yang tidak melanjutkan ke SMP. Kelas masyarakat mengajarkan
keterampilan, seperti pertanian, pertukangan, dan perikanan
tujuannya agar anak tak mampu sekolah ke jenjang SMP, bisa langsung
bekerja.
5. Kurikulum Periode 1965-1985
· Kurikulum Periode 1964
Usai
tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem
kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964.
Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah:
bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik
untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program
Pancawardhana (Hamalik, 2004), yaitu pengembangan moral, kecerdasan,
emosional/artistik, keprigelan, dan jasmani.
· Kurikulum Periode 1968
Kurikulum
1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan
struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa
pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan
perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen.
Dari
segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan
pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani,
mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan
keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi
kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
Kelahiran
Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang
dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia
Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi
pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan
khusus. Jumlah pelajarannya 9.
Djauzak
menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat. “Hanya memuat mata pelajaran
pokok-pokok saja,” katanya. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak
mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi
apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan.
· Kurikulum Periode 1975
Kurikulum
1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. “Yang
melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO
(management by objective) yang terkenal saat itu,” kata Drs. Mudjito, Ak, MSi,
Direktur Pembinaan TK dan SD Depdiknas. Metode, materi, dan tujuan pengajaran
dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini
dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan
bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan
instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan
belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru dibikin
sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.
· Kurikulum Periode 1984
Kurikulum
1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses,
tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum
1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari
mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini
disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).
Tokoh
penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan,
Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986 yang juga Rektor IKIP
Jakarta — sekarang Universitas Negeri Jakarta — periode 1984-1992. Konsep CBSA
yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang
diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara
nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang
terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di
sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model
berceramah. Penolakan CBSA bermunculan.
6. Kurikulum Periode 1994
Kurikulum
1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan
Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini
berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari
sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang
pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi
kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak.
Tujuan pengajaran menekankan pada pemahaman konsep dan keterampilan
menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
Kurikulum
1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya.
“Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984,
antara pendekatan proses,” kata Mudjito menjelaskan.
Sayang,
perpaduan tujuan dan proses belum berhasil. Kritik bertebaran, lantaran beban
belajar siswa dinilai terlalu berat. Dari muatan nasional hingga lokal. Materi
muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa
daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan
kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam
kurikulum. Walhasil, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat.
Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen Kurikulum 1999.
Tapi perubahannya lebih pada menambal sejumlah materi.
7. Kurikulum Periode 2004-2006
· Kurikulum
Periode KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi)
Kurikulum
1994 perlu disempurnakan lagi sebagai respon terhadap perubahan struktural
dalam pemerintahan dari sentralistik menjadi desentralistik sebagai konsekuensi
logis dilaksanakannya UU No. 22 dan 25 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah.
Sehingga dikembangkan kurikulum baru yang diberi nama Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK).
Pendidikan
berbasis kompetensi menitikberatkan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan
(kompetensi) tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar performance yang telah
ditetapkan. Competency Based Education is education geared toward preparing
indivisuals to perform identified competencies (Scharg dalam Hamalik, 2000:
89). Hal ini mengandung arti bahwa pendidikan mengacu pada upaya penyiapan
individu yang mampu melakukan perangkat kompetensi yang telah ditentukan.
Implikasinya adalah perlu dikembangkan suatu kurikulum berbasis kompetensi
sebagai pedoman pembelajaran.
Kompetensi
merupakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan
dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kebiasaan berpikir dan bertindak secara
konsisten dan terus menerus dapat memungkinkan seseorang untuk menjadi
kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar
untuk melakukan sesuatu (Puskur, 2002:55).
· Kurikulum Periode KTSP (Kurikulum Tingkat
Satuan Pelajaran) 2006
Kurikulum
terbaru yang dikeluarkan oleh pemerintah adalah Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan, muncullah KTSP. Disusun
oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang selanjutnya ditetapkan oleh
Menteri Pendidikan Nasional melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
(Permendiknas) nomor 22, 23, dan 24 tahun 2006.
Menurut
Undang-undang nomor 24 tahun 2006 pasal 1 ayat 15, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di
masing-masing satuan pendidikan. Jadi, penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan
pendidikan dengan memperhatikan standar kompetensi serta kompetensi dasar yang
dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Disamping itu,
pengembangan KTSP harus disesuaikan dengan kondisi satuan pendidikan, potensi
dan karakteristik daerah, serta peserta didik.
Penyusunan
kurikulum tingkat satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
berpedoman pada panduan yang disusun oleh BSNP dimana panduan tersebut berisi
sekurang-kurangnya model-model kurikulum tingkat satuan pendidikan pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tersebut
dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/ karakteristik
daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik.
Tujuan
KTSP ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan,
kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu
kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program
pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah. Tujuan Panduan
Penyusunan KTSP ini untuk menjadi acuan bagi satuan pendidikan SD/MI/SDLB,
SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK dalam penyusunan dan pengembangan
kurikulum yang akan dilaksanakan pada tingkat satuan pendidikan yang
bersangkutan.
No comments:
Post a Comment